Navbar3

Search This Blog

1 Perhatian ... !

Terimakasih telah Berkunjung ke blog saya Dan, MemFollow Blog Saya Disini.
Showing posts with label Kerajaan. Show all posts
Showing posts with label Kerajaan. Show all posts

Monday 25 February 2013

Kerajaan Kalingga

Mengenai keberadaan kerajaan Kalingga sampai saat ini menjadi sebuah perdebatan yang tidak ada akhirnya. Sebagian orang meyakini bahwa Kerajaan Kalingga berada di India dan sebagian lagi mengatakan ada di Pulau Jawa (Indonesia). Terlepas dari semua itu, yang jelas bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa di Jawa pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Ho-ling (berdasarkan sumber berita Cina) yang bertempat di Cho-po (Jawa). Selain kronik Cina, sumber yang memuat data mengenai keberadaan kerajaan ini adalah Prasasti Tuk Mas. Pendapat bahwa yang dimaksud dengan kerajaan Ho-ling adalah kerajaan Kalingga yang berada di Jawa Tengah dikemukakan oleh Prof. Krom.

Ratu Shima yang Tegas

Berdasarkan sumber dari Dinasti Tang (618 – 908), Kerajaan Ho-ling diperkirakan terletak di Cho-po (Jawa, tepatnya jawa Tengah) dan keberadaannya diperkirakan sudah ada sejak abad ke-6 Masehi. Kronik zaman Dinasti Tang menyebutkan bahwa pada 674 Kerajaan Ho-ling diperintah oleh Ratu Shima (sebagian menulisnya Sima), yang dikenal sebagai raja yang patuh menjalankan hukum kerajaan; bahkan diceritakan, barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.

Disebutkan bahwa ratu ini seorang pemimpin yang tegas, jujur dan bijaksana, serta melaksanakan hukum dengan tegas. Ketegasannya dalam menerapkan keadilan ditampilkan dengan cara menguji kejujuran rakyat Kanjuruhan. Diceritakan, ada seorang utusan yang datang dari Arab dan menaburkan uang di tengah jalan. Selama hampir tiga tahun tidak ada yang berani mengambil uang tersebut. Suatu hari putra mahkota menyentuh uang tersebut dengan kakinya. Mendengar berita tersebut Ratu sangat marah dan memerintahkan agar putra mahkota dipenggal lehernya. Hukuman penggal leher akhirnya dibatalkan setelah ada permohonan dari para pembesar kerajaan. Menurut para pembesar kerajaan yang menyentuh uang tersebut adalah kakinya, oleh karena itu yang dipotong bukan bukan leher melainkan kakinya. Peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa raja dan rakyat Kalingga merupakan negara yang taat hukum, yang dipakai sebagai pedoman hidup bagi mereka dalam bernegara dan beragama. Dengan kepatuhan terhadap hukum, kerajaan Kalingga mendapatkan ketentraman dan kemakmuran.

Daerah wilayah kekuasaan Kerajaan Kalingga meliputi 28 wilayah. Menurut Rouffaer, dalam menjalankan pemerintahannya raja dibantu oleh 32 orang menteri, empat orang duduk di pusat kerajaan dan 28 orang lainnya berada di daerah-daerah.

Perutusan ke Negeri Cina



Selanjutnya kronik Dinasti Tang menyebutkan bahwa Kerajaan Ho-ling mengirimkan utusan ke negeri Cina pada 647 sampai 666. Kemudian kerajaan ini mengirim utusan lagi pada 818 dan sesudah itu diberitakan tidak pernah mengirim utusan lagi ke Cina. Pengiriman utusan dari Ho-ling ke Cinta diperkirakan merupakan sebuah bentuk diplomasi antardua kerajaan. Seperti diketahui bahwa pada abad ke-7 dan seterusnya, dinasti-dinasti Cina senantiasa menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Pengiriman duta Ho-ling ke Cina menunjukkan bahwa orang-orang Nusantara sudah mampu mengarungi samudra dan laut lepas. Kemampuan mengarungi samudra tentunya harus dibekali oleh kemampuan lainnya seperti ilmu pembuatan kapal, ilmu perbintangan atau astronomi, cara mengawetkan makanan, dan lain-lain. Hal ini menjadi bekal kuat bagi orang-orang Nusantara untuk menjalin aktivitas ekonomi dan menggalang kekuatan politik dengan bangsa atau kerajaan lain di seberang laut.

Pendeta Buddha Jnanabhadra

Berita dari seorang pendeta Buddha dari Cina bernama I-Tsing menyatakan bahwa pada 664 seorang bernama Hwi-ning datang ke Ho-ling dan tinggal di tempat itu selama tiga tahun (664-667). Dengan bantuan seorang pendeta Ho-ling yang bernama Yoh-na-po-t’o-lo (kemungkinnan besar pelafalan Cina untuk Jnanabhadra) ia menerjemahkan kitab suci Buddha Hinayana. Nama Jnanabhadra sendiri berasal dari sebuah prasasti bertarikh 650 Masehi yang ditulis dengan huruf Pallawa berbahasa Sansekerta, ditemukan di Tuk Mas di Desa Dakawu (kini termasuk Grabag, Magelang) di lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Isi prasasti adalah pujian kepada mata air yang keluar dari gunung yang menjadikan sebuah sungai bagaikan Sungai Gangga. Di atas tulisan prasasti tersebut dipahatkan gambar leksana dan alat-alat upacara berupa cakra, sangkha, trisula, kundi, kapak, gunting, dolmas, stap, dan empat bunga fatma. Benda-benda ini jelas merupakan sembahan penganut Siwa. Berikut terjelamahan prasasti tersebut:

Mata air yang airnya jernih dan dingin ini ada yang keluar dari batu atau pasir ke tempat yang banyak bunga tanjung putih, serta mengalir ke sana-sini. Sesudah menjadi suatu kemungkinan mengalir seperti sungai Gangga.

Kehidupan Masyarakat



Kronik Dinasti Tang memberitakan bahwa daerah yang disebut Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Penduduk membuat benteng-benteng dari kayu dan rumah mereka beratap daun kelapa. Mereka sudah pandai membuat minuman dari air bunga kelapa (mungkin tuak). Bila makan mereka tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan menggunakan tangan.

Keberadaan kerajaan Kalingga tentunya tidak akan terlepas dari keberadaan Ratu Shima, yang memerintah sekitar tahun 674 M. Dalam memerintah Ratu Sima digambarkan sebagai pemimpin yang “keras” demi menjalankan hukum kerajaan. Kerajaannya dikelilingi oleh pagar kayu. Tempat tinggal raja berupa rumah tingkat yang beratap, tempat duduk raja berupa paterana gading.


readmore...

Kerajaan Kahirupan Dan Raja Airlangga

Sejarah kerajaan kahuripan, sejarah raja airlanggaAirlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah tahun 1009-1042 dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Jenggala, bagi kedua putranya.
Airlangga lahir tahun 990, Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa, Ibunya bernama Mahendradatta dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang.
Airlangga menikah dengan putri pamannya, yaitu Dharmawangsa Teguh di Watan, ibu kota Kerajaan Medang (Maospati,Magetan Jatim). Ketika pesta berlangsung, kota Watan diserbu Raja Wurawari yang menjadi sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian ini tercatat dalam prasasti Pucangan, penyerangan ini terjadi sekitar tahun 928 saka.
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan Wanagiri ditemani pembantunya Mpu Narotama. Saat itu ia berumur 16 tahun, sejak kejadian itu ia mulai menjalani hidup sebagai seorang pertapa. Bukti peninggalannya dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jatim. Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi oleh utusan rakyat yang memintanya membangun kembali kerajaan Medang, karene kota Watan sudah hancur, ia membangun kota Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Saat pertamakali ia naik tahta wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang menjadi musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Ini membuat Airlangga leluasa menyiapkan diri untuk menakhlukkan pulau Jawa
Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembalikekuasaan Wangsa Isnaya atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah di Kahuripan (Sidoarjo).
Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin, 1030 menakhlukkan Wisnuprbhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1032, Airlangga dikalahkan oleh seorang raja wanita dari Tulungagung, istana Watan Mas dihancurkan. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun kota baru di Kahuripan, dalam tahun itu juga Raja Wurawari dapat dikalahkan bersama Mpu Narotama. Terakhir tahun 1035, Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.
Pembangunan Kerajaan
Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (Kediri).
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabayasekarang.
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epic Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjunamengalahkan Niwatakawancaka, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
Pembelahan kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta, ia bergelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.
Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.
Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
Tokoh-tokoh Penting masa Airlangga
Mahendradatta, juga dikenal di Bali dengan sebutan Gunapriya Dharmapatni, adalah puteri raja Sri Makutawangsa wardhana dari Wangsa Isyana (Kerajaan Medang). Ia menikah dengan Udayana, raja Bali dariWangsa Warmadewa, yang kemudian memiliki beberapa orang putra, yaitu Airlangga yang kemudian menjadi raja di Jawa, dan Anak Wungsu yang kemudian menjadi raja di Bali
Mpu Narotama adalah pembantu Airlangga yang setia menemani sejak masa pelarian sampai masa pemerintahan majikannya itu. Menurut prasasti Pucangan, Airlangga dan Narotama berasal dari Bali. Keduanya datang ke Jawa tahun 1006.
Sanggramawijaya Tunggadewi adalah putri Airlangga yang menjadi pewaris takhta Kahuripan, namun memilih mengundurkan diri sebagai pertapa bergelar Dewi Kili Suci. Pada masa pemerintahan Airlangga, sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai pindah ke Kahuripan, tokoh Sanggramawijaya menjabat sebagai rakryan mahamantri alias putri mahkota. Gelar lengkapnya ialah Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Tunggadewi. Nama ini terdapat dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang I (1035). Tokoh Dewi Kili Suci dalam Cerita Panji dikisahkan sebagai sosok agung yang sangat dihormati. Ia sering membantu kesulitan pasangan Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, keponakannya.
Dewi Kili Suci juga dihubungkan dengan dongeng terciptanya Gunung Kelud. Dikisahkan semasa muda ia dilamar oleh seorang manusia berkepala kerbau bernama Mahesasura. Kili Suci bersedia menerima lamaran itu asalkan Mahesasura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa.
Sumur raksasa pun tercipta berkat kesaktian Mahesasura. Namun sayang, Mahesasura jatuh ke dalam sumur itu karena dijebak Kili Suci. Para prajurit Kadiri atas perintah Kili Suci menimbun sumur itu dengan batu-batuan, Timbunan batu begitu banyak sampai menggunung, dan terciptalah Gunung Kelud. Oleh sebab itu, apabila Gunung Kelud meletus, daerah Kediri selalu menjadi korban, sebagai wujud kemarahan arwah Mahesasura.
Dewi Kili Suci juga terdapat dalam Babad Tanah Jawi sebagai putri sulung Resi Gentayu raja Koripan. Kerajaan Koripan kemudian dibelah dua, menjadi Janggala dan Kadiri, yang masing-masing dipimpin oleh adik Kili Suci, yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu Peteng.
Kisah ini mirip dengan fakta sejarah, yaitu setelah Airlangga turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibagi dua, menjadi Kadiri yang dipimpin Sri Samarawijaya, serta Janggala yang dipimpin Mapanji Garasakan.
Pada masa pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah raja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan putra mahkota, sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.
Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai rakryan mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan, pada prasasti Pucangan (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri.
Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri menjadi pertapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi.
Perang Saudara
Sebelum turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka, ia pun membelah wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Kadiri dan Janggala. Peristiwa ini diberitakan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun Hyang (1044).
Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja Janggala setelah pembelahan ialah Mapanji Garasakan. Nama raja Kadiri tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai putra mahkota.
Prasasti Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu Janggala melawan Kadiri. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlangga terkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan.
Adanya unsur Teguh dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra Airlangga yang dilahirkan dari putri Dharmawangsa Teguh. Sedangkan Mapanji Garasakan adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga.
Pembelahan kerajaan sepeninggal Airlangga tidak membuahkan hasil. Perang saudara tetap terjadi antara Garasakan raja Janggala melawan Sri Samarawijaya raja Kadiri. Mula-mula kemenangan berada di pihak Janggala. Pada tahun 1044 Garasakan menetapkan desa Turun Hyang sebagai sima swatantra atau perdikan, karena para pemuka desa tersebut setia membantu Janggala melawan Kadiri.
Pada tahun 1052 Garasakan memberi anugerah untuk desa Malenga karena membantu Janggala mengalahkan Aji Linggajaya raja Tanjung. Linggajaya ini merupakan raja bawahan Kadiri. Piagam yang berkenaan dengan peristiwa tersebut terkenal dengan nama prasasti Malenga.
Mpu Bharada muncul dalam Serat Calon Arang sebagai tokoh yang berhasil mengalahkan musuh Airlangga, yaitu Calon Arang, seorang janda sakti dari desa Girah.
Dikisahkan pula, Airlangga berniat turun takhta menjadi pendeta. Ia kemudian berguru pada Mpu Bharada. Kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Berhubung Airlangga juga putra sulung raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putrnya di pulau itu.
Mpu Bharada dikirim ke Bali menyampaikan maksud tersebut. Dalam perjalanan menyeberang laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali permintaan Airlangga yang disampaikan Mpu Bharada ditolak oleh Mpu Kuturan, yang berniat mengangkat cucunya sebagai raja Bali.
Berdasarkan fakta sejarah, raja Bali saat itu (1042) adalah Anak Wungsu adik Airlangga sendiri.
Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya demi perdamaian kedua putranya. Menurut  Nagarakretagama, Mpu Bharada bertugas menetapkan batas antara kedua belahan negara.
Dikisahkan, Mpu Bharada terbang sambil mengucurkan air kendi. Ketika sampai dekat desa Palungan, jubah Mpu Bharada tersangkut ranting pohon asam. Ia marah dan mengutuk pohon asam itu menjadi kerdil. Oleh sebab itu, penduduk sekitar menamakan daerah itu Kamal Pandak, yang artinya “asem pendek”.
Desa Kamal Pandak pada zaman Majapahit menjadi lokasi pendirian Prajnaparamitapuri, yaitu candi pendharmaan arwah Gayatri, istri Raden Wijaya.
Selesai menetapkan batas Kerajaan Kadiri dan Janggala berdasarkan cucuran air kendi, Mpu Bharada mengucapkan kutukan, barang siapa berani melanggar batas tersebut hidupnya akan mengalami kesialan. Menurut prasasti Mahaksobhya yang diterbitkan Kertanagara raja Singhasari tahun 1289, kutukan Mpu Bharada sudah tawar berkat usaha Wisnuwardhana menyatukan kedua wilayah tersebut.
Nagarakretagama juga menyebutkan, Mpu Bharada adalah pendeta Buddha yang mendapat anugerah tanah desa Lemah Citra atau Lemah Tulis. Berita ini cukup unik karena ia bisa menjadi guru spiritual Airlangga yang menganut agama Hindu Wisnu.
Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui lagi siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. ia adalah seorang janda pengguna ilmu hitam yang sering merusak hasil panen para petani dan menyebabkan datangnya penyakit. Calon Arang mempunyai seorang puteri bernama Ratna Manggali, yang meskipun cantik, tidak dapat mendapatkan seorang suami karena orang-orang takut pada ibunya. Karena kesulitan yang dihadapi puterinya, Calon Arang marah dan ia pun berniat membalas dendam dengan menculik seorang gadis muda. Gadis tersebut ia bawa ke sebuah kuil untuk dikorbankan kepada Dewi Durga. Hari berikutnya, banjir besar melanda desa tersebut dan banyak orang meninggal dunia. Penyakit pun muncul.
Raja Airlangga yang mengetahui hal tersebut kemudian meminta bantuan penasehatnya, Empu Baradah untuk mengatasi masalah ini. Empu Baradah lalu mengirimkan seorang prajurit bernama Empu Bahula untuk dinikahkan kepada Ratna. Keduanya menikah besar-besaran dengan pesta yang berlangsung tujuh hari tujuh malam, dan keadaan pun kembali normal.
Calon Arang mempunyai sebuah buku yang berisi ilmu-ilmu sihir. Pada suatu hari, buku ini berhasil ditemukan oleh Bahula yang menyerahkannya kepada Empu Baradah. Saat Calon Arang mengetahui bahwa bukunya telah dicuri, ia menjadi marah dan memutuskan untuk melawan Empu Baradah. Tanpa bantuan Dewi Durga, Calon Arang pun kalah. Sejak ia dikalahkan, desa tersebut pun aman dari ancaman ilmu hitam Calon Arang.

Kesimpulan
Airlangga adalah anak dari Udayana dari Wangsa Warmadewa, Ibunya bernama Mahendradatta dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang. Airlangga meempunya dua orang adik, yaitu Marakata yang kemudian menjadi raja Bali, dan Anak Wungsu yang menggantikan Marakata, Airlangga menikah dengan putri pamannya, yaitu Dharmawangsa Teguh di Watan, ibu kota Kerajaan Medang. Tetapi saat pernikahan berlangsung terjadi penyerangan besar dari raja Wurawari.
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan Wanagiri ditemani pembantunya Mpu Narotama. Saat itu ia berumur 16 tahun, sejak kejadian itu ia mulai menjalani hidup sebagai seorang pertapa.
Diakhir masa pemerintahannya ia membagi kerajaanya menjadi dua yaitu Kadiri yang berpusat di Daha, dan Jenggala yang berpusat di Kahuripan. Dalam hal pemerintahan ia di bantu oleh Mpu Bharada yang juga sebagai gurunya, Mpu Bharada juga yang menjadi panutan ketika Airlangga membelah kerajaannya menjadi dua.
readmore...

Friday 22 February 2013

Kerajaan Malaka

a. Letak Kerajaan                                                   |
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Malaka merupakan pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Perkembangan Kerajaan Malaka di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya tidak dapat dipisahkan dengan posisi dan letaknya yang strategis dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan pada masa itu.
b. Kehidupan Politik
Iskandar Syah Pada awal abad ke-15 M, terjadi perang saudara di Kerajaan Majapahit. Perang itu dikenal dengan sebutan Perang Paregreg. Dalam peperangan tersebut, seorang pangeran Kerajaan Majapahit yang bernama Paramisora diiringi para pengikutnya melarikan diri dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura).
Daerah Tumasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai untuk mendirikan kerajaan. Daerah tersebut menjadi sarang dan tempat per-sembunyian para bajak laut. Karena itu, Paramisora beserta pengikutnya melanjutkan perjalanannya ke arah utara sampai di Semenanjung Malaya.
Di daerah itu, Paramisora membangun satu kampung bersama para pengikutnya dan dibantu oleh para petani dan nelayan setempat. Perkampungan itu diberi nama Malaka. Daerah perkampungan yang baru dibangun itu mengalami perkembangan yang cukup pesat karena letaknya yang strategis, yaitu di tepi jalur pelayaran dan perdagangan Selat Malaka.
Dalam dunia perdagangan, Malaka berkembang sebagai penghubung antara dunia Barat dengan dunia Timur. Perkembangan yang sangat pesat itu mendorong Paramisora untuk membangun kerajaan yang bernama Malaka, dan la langsung menjadi rajanya.
Aktivitas perdagangan di Selat Malaka pada waktu itu didominasi oleh pedagang Islam. Mereka hanya melakukan aktivitas perdagangan pada bandar-bandar perdaga­ngan Islam. Untuk itu, Paramisora memu-tuskan menganut agama Islam. la meng-ganti namanya menjadi Iskandar Syah dan menjadikan Kerajaan Malaka sebagai kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar Cina dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
Iskandar Syah berhasil meletakkan dasar-dasar dari Kerajaan Malaka. la mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di Selat Malaka. la memerintah Malaka dari tahun 1396-1414 M.
Muhammad Iskandar Syah Setelah Iskandar Syah meninggal, tahta Kerajaan Malaka dipegang oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah. la memerintah Malaka dari tahun 1414-1424 M. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas hingga mencapai seluruh wilayah Semenanjung Malaya.
Untuk memajukan perekonomian, Muhammad Iskandar Syah berupaya menjadikan Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran perdagangan di Kerajaan Malaka. Untuk mencapai usahanya itu, ia harus dapat menguasai Kerajaan Samudera Pasai. Namun demikian, menyerang Kerajaan Samudera Pasai merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan, mengingat pasukan perang Kerajaan Samudera Pasai jauh lebih kuat dibandingkan Kerajaan Malaka. Oleh karena itu, Muhammad Iskandar Syah memilih jalan melalui perkawinan politik dan menikah dengan putri Kerajaan Samudera Pasai.
Melalui perkawinannya dengan putri Kerajaan Samudera Pasai ini, Muhammad Iskandar Syah berhasil mencapai cita-citanya menguasai Selat Malaka. Di bawah pemerintahannya, pelayaran perdagangan di Selat Malaka semakin ramai dan hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Kerajaan Malaka dalam aktivitas perdagangan.
Mudzafat Syah Setelah Mudzafat Syah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah dari tahta Kerajaan Malaka, ia langsung naik tahta menjadi Raja Malaka dengan bergelar sultan sehingga Mudzafat Syah merupakan raja pertama dari Kerajaan Malaka yang memakai gelar tersebut.
Mudzafat Syah memerintah Malaka dari tahun 1424-1458 M. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam. Serangan dilakukan dari darat maupun laut. Namun, semua serangan itu dapat digagalkan. Keberhasilan menggagalkan serangan dari Kerajaan Siam itu menambah penting Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan di bawah pemerintahan Sultan Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terns mengadakan perluasan ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka, seperti Pahang, Indragiri, dan Kampar. Setelah Sultan Mudzafat Syah meninggal dunia, tahta  Kerajaan Malaka diwariskan kepada putranya yang bergelar Sultan Mansyur| Syah.
Sultan Mansyur Syah Mansur Syah memerintah Malaka dari tahun 1458-1477 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai masa kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Agama Islam di Asia Tenggara.
Kejayaan yang dialami Kerajaan Malaka ini adalah berkat usaha Sultan Masyur Syah. Dengan melanjutkan politik ayahnya, yaitu memperluas wilayah kekuasaannya, baik di Semenanjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah, seperti daerah Kampar yang ditaklukkan dan dijadikan daerah jajahan. Kemudian Siam berhasil dikuasai. Dalam suatu pertempur-an Raja Siam tewas. Adapun putra mahkotanya ditawan dan dibawa ke Malaka, kemudian dikawinkan dengan putri sultan sendiri dan diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Selanjutnya Indragiri mengakui kekuasaan Malaka.                                                         
Walaupun Kerajaan Malaka semakin bertambah maju, tetapi Kerajaan Samudera Pasai tidak diserangnya. Jambi dan Palembang yang dilindungi |, oleh Kerajaan Majapahit, terpaksa dihormati oleh Kerajaan Malaka. Kerajaan r Batak, Aru (Haru) tetap sebagai kerajaan merdeka dan menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, hidup seorang laksa-mana yang terkenal dalam membantu Sultan mengembangkan kerajaannya. Laksamana itu bemama Hang Tuah. Hang Tuah berjasa besar dalam mengem­bangkan Kerajaan Malaka. Informasi ini didapat dari satu cerita rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah. Kebesaran Hang Tuah sering disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Sultan Alaudin Syah Pengganti Sultan Mansyur Syah adalah Sultan Alaudin Syah. la memerintah Malaka dari tahun 1477-1488 M dan mewarisi wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka yang cukup luas. Perkembangan ekonomi kerajaan tetap stabil pada awal masa pemerintahannya. Namun, karena Sultan Alaudin Syah tidak secakap Sultan Mansyur Syah (ayahnya), maka kekuasaan Kerajaan Malaka mulai mengalami kemerosotan. Daerah-daerah yang dulu ditaklukkan oleh Mansyur Syah, satu persatu melepaskan diri dari Kerajaan Malaka. Setelah ia meninggal, tahta Kerajaan Malaka digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Mahmud Syah.                                
Sultan Mahmud Syah Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka dari tahun 1488-1511 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Daerah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya. Keadaan ini menambah suramnya Kerajaan Malaka. Pada masa kekuasaannya muncul ekspedisi bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque dan berusaha merebut Kerajaan Malaka. Akhirnya, pada tahun 1511 Kerajaan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis.
readmore...

Kerajaan Gowa-Tallo

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
 b. Kehidupan Politik
Perkembangan pesat Kerajaan Makassar tidak terlepas dari raja-raja yang pernah memertntah seperti:
Ra|aAlaudin Dalam abad ke-17 M, agama Islam berkembang cukup pesat di Sulawesi Selatan. Raja Makassar yang pertama memeluk agama Islam bernama Raja Alaudin yang memerintah Makassar dari tahun 1591-1638 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaran-perdagangan (dunia maritim). Perkembangan ini menyebabkan meningkatnya kesejahteraan rakyat Kerajaan Makassar. Namun setelah wafatnya Raja Alauddin, keadaan pemerintahan kerajaan tidak dapat diketahui dengan pasti.
Sultan Hasanuddin Pada masa peme-rintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu yang cukup singkat, Kera­jaan Makassar telah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Cita-cita Sultan Hasanuddin untuk menguasai sepenuhnya jalur perdagang-an Nusantara, mendorong perluasan ke-kuasannya ke kepulauan Nusa Tenggara, seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian, seluruh aktivitas pelayaran perdagangan yang melalui Laut Flores harus singgah lebih dulu di ibukota Kerajaan Makassar.
Keadaan seperti itu ditentang oleh Belanda yang memiliki daerah kekuasaan di Maluku dengan pusatnya Ambon. Hubungan Batavia dengan Ambon terhalang oleh kekuasaan Kerajaan Makassar. Pertentangan antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan peperangan. Keberanian Sultan Hasanuddin memimpin pasukan Kerajaan Makassar untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku, mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Atas keberaniannya, Belanda memberi julukan kepada Sultan Hasanuddin dengan sebutan "Ayam Jantan dari Timur".
Dalam upaya menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin hubungan dengan Kerajaan Bone, dengan rajanya Arung Palaka. Dengan bantuan Arung Palaka, pasukan Belanda berhasil mendesak Kerajaan Makassar dan menguasai ibukota kerajaan. Akhimya dilanjutkan dengan Perjanjian Bongaya (1667 M).
Mapasomba Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta, ia digantikan oleh putranya yang bernama Mapasomba. Sultan Hasanuddin sangat berharap agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan Belanda. Tujuannya agar Kerajaan Makassar tetap dapat bertahan. Ternyata Mapasomba jauh lebih keras dari ayahnya sehingga Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba berhasil di-hancurkan dan ia tidak diketahui nasibnya. Dengan kemenangan itu, akhirnya Belanda berkuasa atas Kerajaan Makassar.
readmore...

Kerajaan Aceh

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang, seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
b. Kehidupan Politik
Mengenai kapan berdirinya Kerajaan Aceh, tidak dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan Bustanussalatin (1637 M) karangan Nuruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, dan berdasarkan berita-berita orang Eropa, diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh adalah:
Sultan Ali Mughayat Syah Sultan Ali Mughayat Syah adalah raja pertama Kerajaan Aceh. Beliau memerintah Aceh tahun 1514-1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatera Utara seperti daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Salahuddin Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat, pemerintahan beralih kepada putranya yang bergelar Sultan Salahuddin. la memerintah tahun 1528-1537 M. Selama menduduki tahta Kerajaan Aceh, ia ternyata tidak mempedulikan pemerintahan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan yang tajam. Oleh karena itu. Sultan Salahudin diganti saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar memerintah Aceh dari tahun 1537-1568 M. Setelah berhasil menduduki tahta kerajaan, ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemerintahan Kerajaan Aceh. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap Kerajaan Malaka (tetapi gagal). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Setelah pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar berakhir, Kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Baru setelah Sultan Iskandar Muda naik tahta, Kerajaan Aceh mengalami perkembangan yang pesat.
Sultan Iskandar Muda Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh dari tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami kejayaannya. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia Barat.
Untuk mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Di samping itu, Kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli tasawwuf yang terkenal di Aceh, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan Iskandar Thani.
Sultan Iskandar Thani Sultan Iskandar Thani memerintah Aceh tahun 1636-1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasa­an Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani, muncul seorang ulama besar yang bernama Nuruddin ar-Raniri. la menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu'ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat dihormati oleh Sultan dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah ia wafat, tahta kerajaan dipegang oleh permaisurinya (putri Iskandar Muda) dengan gelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641-1675 M).
readmore...

Kerajaan Samudera Pasai

a. Letak Kerajaan
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Secara geografis, Kerajaan Samudera Pasai terletak di daerah pantai timur Pulau Sumatera bagian utara yang berdekatan dengan jalur pelayaran perdagangan inter-nasional pada masa itu, yakni Selat Malaka.
Dengan posisi yang sangat strategis ini, Kerajaan Samudera Pasai berkembang men-jadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu. Perkembangan ini juga didukung dengan hasil bumi dari Kerajaan Samudera Pasai seperti lada. Di pihak lain, bandar-bandar dari Kerajaan Samudera Pasai juga dijadikan bandar penghubung (bandar transito) antara para pedagang Islam yang datang dari arah barat dengan para pedagang Islam dari arah timur.
Keadaan seperti inilah yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kehidupan Politik
Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai tidak dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapi para ahli berhasil menemukan bukti tentang perkembangan kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Samudera Pasai antara lain:
Nazimuddin al-Kamil. Pendiri Kerajaan Samudera Pasai adalah Nazimuddin al-Kamil, seorang laksamana laut dari Mesir. Pada tahun 1238 M, ia mendapat tugas merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat yang dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin al-Kamil juga mendirikan satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian utara. Tujuan utamanya adalah untuk dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada.
Nazimuddin al-Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai dengan berlandaskan hukum-hukum ajaran Islam. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat, walaupun secara politis Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Setelah berhasil mengalahkan Dinasti Fatimah di Mesir (penganut aliran Syi'ah), Dinasti Mamaluk (penganut aliran Sunni) ingin merebut Samudera Pasai agar dapat menguasai pasaran lada di wilayah timur. Dinasti Mamaluk mengirim Syekh Ismail yang bersekutu dengan Marah Silu (keturunan Marah Pasai). Mereka berhasil merebut Kerajaan Samudera Pasai, dan Marah Silu diangkat sebagai raja dengan gelar Sultan Malikus Shaleh. (Malik al-Saleh) 
Sultan Malikul Saleh memerintah Samudera Pasai dari tahun 1285-1297 M. Sultan yang semula menganut aliran Syi'ah itu akhirnya berbalik menganut aliran Sunni, seperti Dinasti Mamaluk..Perkawinan Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari memperkuat kedudukannya di timur Aceh. Sehingga kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di selat Malaka.
Sultan Malikul Thahir Setelah Sultan Malikul Saleh wafat, tahta kerajaan beralih pada putranya yang bergelar Sultan Malikul Thahir (Malik Al-Thahir). Pada masa kekuasaannya (1297-1326), terjadi peristiwa penting di Kerajaan Samudera Pasai saat putra Sultan Malikul Saleh yang bernama Abdullah memisahkan diri ke daerah Aru (Barumun) dan bergelar Sultan Malikul Mansur. la kembali kepada aliran yang semula yaitu aliran Shiah.
Ketika Kerajaan Malaka muncul dan berkembang sebagai pusat perda-gangan di Selat Malaka, kedudukan Kerajaan Samudera Pasai sebagai daerah perdagangan mulai
readmore...

Kerajaan Banjar

Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Selatan yang didirikan oleh Pangeran Samudera. Kerajaan ini berkembang menjadi pusat perkembangan yang banyak dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai daerah. Dalam penyebaran Agama Islam di Kalimantan Selatan Khususnya daerah Banjar (Banjarmasin) dilakukan oleh para pemuk agama Islam dari Demak. Penyebaran Agama Islam ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat Kalimantan.

Pangeran Samudera, Raja Banjar, yang sebelumnya kerajaan Hindu merasa tertarik terhadap ajaran Islam, sehingga akhirnya ia memeluk Islam dan namanya diganti menjadi Sultan Suryamullah atau Sultan Suryansyah. Dengan masuk Islamnya Suryamullah, maka bentuk Banjar berubah menjadi kerajaan bercorak Islam.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang raja, Sultan Suryamullah dibantu oleh beberapa bawahannya yang mempunyai tugas masing-masing, yaitu:
(a) Patih Pangiwa dan Manteri Pangan, bertugas mengurus bidang politik dan pertahanan negara.
(b) Patih, bertugas sebagai kepala pelaksana pemerintahan.
(c) Manteri Bhuni dan Manteri Sikap, bertugas mengurus keuangan dan istana dan perpajakan.
(d) Penghulu, bertugas mengurus bidang agama.
(e) Patih Balit, Patih Kuwin dan Patih Muhur, bertugas mengurus bidang pengadilan dan hakim istana.
Selain adanya para pembantu tersebut, di kerajaan Banjar pun ada suatu lembaga yang disebut dengan Dewan Mahkota yang tugasnya antara lain:
(a) Mengawasi atau membatasi kekuasaan raja.
(b) Sebagai pembantu dan penasehat raja dalam memecahkan persoalan-porsoalan dalam pemerintahan.
Yang menjadi anggota Dewan Mahkota ini terdiri dari para Bangsawan, Patih, Mantri, Kyai, serta pejabat-pejabat tinggi lainnya dalam pemerintahan.  Dalam perkembangan sejarahnya kerajaan Banjar merupakan sekutu kerajaan Demak. Ketika kerajaan Demak berperang dengan Portugis, kerajaan Banjar ikut membantu. Begitu pula Demak pun ikut membantu kerajaan Banjar dalam penyebaran Agama Islam di Kalimantan Selatan. Selain itu Demak pun pernah membantu Sultan Suryamullah ketika kerajaan Banjar melakukan penyerbuan ke kerajaan Hindu Negaradipa. Dikalahkannya Negaradipa ini membawa akibat positif terhadap perkembangan Islam di Kalimantan Selatan.
Sultan Suryanullah digantikan puteranya, Sultan Rahmatullah. Rahmatullah lalu digantikan oleh Sultan Hidayatullah. Pada masa Hidayatullah ini, hubungan dengan Demak terputus. Ia memindahkan ibukota ke Muara Tambangan dari Martapura.
Berikut adalah raja-raja Banjar yang memerintah setelah Sultan Hidayatullah:
(a) Sultan Tahlilullah (1700-1745);
(b) Sultan Tamjidillah (1745-1778);
(c) Sultan Tahmidillah (1778-1808);
(d) Sultan Sulaiman (1808-1825);
(e) Sultan Adam al-Wasi Billah (1825-1857);
(f) Pangeran Tamjidillah (1857-1859).
Pada tahun 1859 hingga 1905, berlangsung Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari (1809-1862). Pangeran Antasari yang masih kerabat istana, tak setuju terhadap kebijakan Pangeran Tamjidillah yang pro Belanda. Pertempuran besar melawan Belanda berhenti pada tahun 1863, namun pertempuranpertempuran dalam skala kecil masih berlangsung hingga tahun 1905 yang dipimpin oleh putera Antasari, Muhammad Seman. Pada tahun 1860, Belanda menghapuskan Kerajaan Banjar.
readmore...

Kerajaan Banten

a. Letak Kerajaan
Dasar-dasar Kerajaan Banten diletakkan oleh Hasanuddin (putra Fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kerajaan Banten yang demikian pesat, tidak lepas dari posisi dan letaknya yang strategis di sekitar Selat Sunda.
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis Kerajaan Banten berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
b. Kehidupan Politik
Berkembangnya Kerajaan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peranan
raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banten. 
Raja Hasanuddin Setelah Banten di islamkan oleh Fatahillah, daerah Banten 
diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin. la memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Dengan meletakkan dasar-dasar pemerintahan, Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang cukup pesat.
Raja Hasanuddin, juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran-perdagangan Selat Sunda, sehingga Kerajaan Banten. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Ageng setiap pedagang yang melewati Selat Tirtayasa. Letak Kerajaan Banten sangat strategis karena berada
Sunda diwajibkan untuk melakukan   di Selat Sunda yang bertambah ramai setelah dikuasainya Selat kegiatannya di Bandar Banten.
Raja Hasanuddin kawin dengan putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indra-pura menyerahkan tanahSelebar yang banyak menghasilkan lada kepadanya. Di bawah pemerintahan Raja Hasanuddin, Kerajaan Banten banyak di-kunjungi oleh saudagar-saudagar dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan), dan Keling.
Panembahan Yusuf Setelah Raja Hasanuddin wafat tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya. la berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. la juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
Maulana Muhammad Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin menduduki Kerajaan Banten. Tetapi mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya dari Sumatera. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu'Mufakir.
Abu'Mufakir Abu'Mufakir dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Comelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
Sultan Ageng Tirtayasa Setelah wafat, Abul Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu Ma'ali Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu  Ma'ali wafat, ia digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas ke­rajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawan-an Kerajaan Mataram terhadap Belanda di Batavia. Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu. Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk mengadakan perampokan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkebunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa/ tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika memerintah Kerajaan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kerajaan Banten. Melihat terjalinnya hubungan antara Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan Sultan Haji. Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya, sehingga terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan Banten berada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian. Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.
readmore...

Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali Opak, di Yogyakarta sekarang. Suatu hari, adalah seorang petani bernama Ki Ageng Giring. Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada kelapa muda jatuh lalu terdengar suara; “barangsiapa minum air kelapa muda ini, ia dan keturunannya bakal berkuasa di Tanah Jawa”. Konon “wahyu keprabon” yang ada dalam kelapa muda itu adalah sabda wali terkenal di Jawa, Sunan Kalijaga. Ki Ageng Giring lalu membawa pulang cengkir (kelapa muda) yang masih hijau segar itu. Namun ia tak bisa segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang tirakat berpuasa, hingga kemudian ia pergi membersihkan diri di sungai. Tak lama kemudian datang sahabatnya, Ki Gede Pemanahan bertamu. Melihat kelapa muda tergeletak, tamu yang haus itupun segera meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng Giring muncul. Ia melihat air kelapa muda itu telah terminum oleh orang lain. Ia sangat menyesal dan kecewa. Tapi apa daya, ia hanya bisa meminta, agar sewaktu-waktu kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang ketujuh, keturunannya lah yang akan menggantikan menguasai Jawa”.

Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati. Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede.

wilayah mataram islam
Gambar : Wilayah Mataram Islam



A. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.


B. SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM
Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada tahun 1645.
Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara (perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini Voc kembali turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang Perebutn Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III.
Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai. Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.

Raja-Raja Mataram Islam :
1. Panembahan Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I (1646- 1676 M)
5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M
7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
11. Sultan Agung.


B. SUMBER SEJARAH MATARAM ISLAM
Sumber sejarah mengenai periode kerajaan Pajang dan permulaan kerajaan Mataram Islam sebenarnya sangat terbatas. Sumber tersebut sebagian besar terdiri dari naskah-naskah Babad, Serat ataupun tradisi lisan. Sumber asing baik dari Portugis pada abad ke 16 dan permulaan abad ke 17 sebagian besar hanya menyinggung kejadian-kejadian di kota-kota pantai, baik yang mengenai kegiatan perdagangan ataupun sedikit mengenai kerajaan. Oleh karena itu untuk menguraikan sejarah timbulnya kerajaan Mataram Islam terpaksa hanya didasarkan atas sumber-sumber dalam negeri tersebut.
readmore...

Kerajaan Pajang

Pajang merupakan daerah pengging bekas kerajaan Majapahit. Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging adalah bupati di Pengging. Setelah Demak terjadi perang saudara dan Jaka Tingkir lah yang menjadi peredam konflik sebagai pihak ke-3. Setelah kematian Prawoto dan Kalinyamat. Jaka Tingkir menyuruh Ki Ageng Panjawi, Ki Ageng Pemanahan, Ngabei Loring Pasar, dan Juru Martani untuk menyerang Arya Penangsang. Dengan kemenangan tersebut lalu berpindahlah kekuasaan Demak ke Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir atau Adiwijaya. Kemudian Ki Ageng Panjawi mendapat kekuasaan di Jepara. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan mendapat tanah Mataram yang kelak menjadi penguasa setelah runtuhnya Pajang. Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Adiwijaya berjalan lancar awalnya. Tapi keadaan berubah setelah Ki Ageng Pemanahan yang diberi kekuasaan di tanah Mataram meninggal pada tahun 1575 dan kekuasaan ditanah Mataram digantikan oleh anaknya yaitu Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar. Sultan Pajang telah memberi hak otonomi kepada Mataram. Tetapi dengan syarat tiap tahun harus sobo ke Pajang dengan membawa upeti.

Pembangunan benteng dilakukan di Mataram oleh perintah dari Sutawijaya. Dengan sibuk mendirikan benteng, ia lupa sobo ke Pajang. Sutawijaya memang segan untuk tunduk pada Pajang, tapi dia masih takut pada Adiwijaya. Ki Juru Martani membujuk agar Sutawijaya mau sobo ke Pajang. Tapi Sutawijaya tidak memperdulikannya, bahkan Sutawijaya memerintahkan rakyat Mataram untuk mencegat orang-orang Kedu dan Bagelan yang membawa upeti untuk Pajang. Malah Sutawijaya yang menerima upeti dan mengajak mereka berpesta. Mendengar hal tersebut, Adiwijaya merasa marah dan beliau mengirimkan Ki Wilamarta dan Wuragil untuk memanggil Sutawijaya dengan pesan agar Sutawijaya berhenti makan minum dan mencukur rambutnya. Tapi dengan bengalnya Sutawijaya menjawab “katakana pada sultan Pajang bahwa aku masih doyan makan dan minum, tentang perintah cukur, katakana bahwa rambut itu tumbuh sendiri. Tentang sobo, katakana bahwa saya akan datang menghadap!”. Adiwijaya merasa sangat marah pada sikap Sutawijaya, tapi hal ini tidak membuat Adiwijaya berniat langsung menggempur Mataram. Lalu dipihak lain Raden Pabelan, putra bupati Mayang ketahuan mesum dengan putri sekar kedaton. Lalu mendapat hukuman mati dan dibuang ke Semarang. Mendengar hal tersebut Sutawijaya tidak terima bahwa iparnya akan dihukum mati. Lalu Sutawijaya mwngirimkan pasukan untuk mencegat dan membawa pulang Raden Pabelan.

Adiwijaya murka terhadap tindakan Sutawijaya, perang harus dilakukan, Mataram akan digempur oleh Pajang tahun 1582. Tetapi pasukan Pajang yang dipimpin Adiwijaya terhenti di Prambanan karena Adiwijaya sakit. Pasukan diperintahkan pulang ke Pajang, tetapi di buntuti oleh Sutawijaya dan pasukannya. Akhirnya mereka semua dihancurkan. Selepas Adiwijaya sakit, lalu sultan Adiwijaya meninggal. Dan kembali terjadi keributan tahta, pangeran Benowo yang merupakan putra Adiwijaya mungkin bisa menjadi sultan, tapi dia hanyalah putra dari selir atas perkawinannya dengan putri Trenggana, Adiwijaya memiliki seorang putri yang dinikahi oleh adipati Demak.

kerajaan pajang
Gambar : Sketsa Desa Sala Semasa Kerajaan Pajang


Atas usulan dari Sunan Kudus, adipati Demak mendapat tahta atas Demak. Sedangkan Benowo menjadi adipati Jipang. Benowo merasa diperlakukan tidak adil, dia meminta bantuan kepada Sutawijaya untuk menyerang adipati Demak sehingga kekuasaan Pajang ada pada tangannya. Sutawijaya mengiyakan dengan perjanjian antara mereka berdua yaitu semua hak dari Benowo akan diberikan kepada Sutawijaya. Akhirnya adipati Demak dapat diringkus dan dipulangkan ke Demak. Mulai saat itu Pajang mengalami kekosongan kekuasaan, Sutawijaya yang berhak atas Pajang tidak mau menetap di Pajang karena dia juga sudah memiliki keraton sendiri di Mataram.

Akhirnya Pajang ditinggalkan dan tidak diurusi lagi, Benowo menjadi bawahan dari Sutawijaya. Dan Sutawijaya menjadi sultan di Mataram. Mataram merdeka dan menjadi kasultanan yang berdaulat pada tahun 1586 dengan sultannya yaitu Sutawijaya dengan gelar Senopti Ing alaga Saidin Panatagama atau kadang disebut Panembahan Senopati. Berakhirlah Pajang dan dimulainya pemerintahan Mataram Islam.
readmore...

Kerajaan Demak

Demak adalah sebuah wilayah pemberian dari brawijaya yaitu tepatnya di Glagah Wangi. Didaerah ini terus berkembang dan membentuk sebuah kekuatan yang kuat. Dengan para sunan yang membantu dalam pembentukan wilayah Demak Bintoro ini. Raden Patah atau Jin Bun merupakan anak dari Brawijaya raja Majapahit. Demak adalah sebuah kota pelabuhan di Jawa. Maka Demak berkembang menjadi kota dagang dan pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dari Majapahit. Setelah Majapahit hancur, maka Demak menjadi negara Islam pertama yang berdiri di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah dengan gelar Sultan alam Akbar Al-Fatah, atau Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Atas saran dari Sunan Ampel, beliau menjadi raja Demak. Sunan Ampel adalah seorang guru dari Raden Patah dan termasuk petinggi wali songo yang mempunyai kehendak lebih dari wali-wali yang lain.

Penyerangan Demak ke Majapahit diawali dari dikuasainya Majapahit oleh Girindrawardhana yang tidak memiliki hak. Bahkan lebih berhak Raden Patah yang menjadi raja karena beliau adalah anak dari Brawijaya. Oleh karena itu Raden Patah yang menghimpun kekuatan dan menyerang Majapahit dan menguasai daerah kekuasaan Majapahit. Namun pusat kerajaan Majapahit yang diserang pada tahun 1478 masehi tidak dibumi hanguskan dan tidak dirusak. Kerajaan Demak merdeka dan berdiri sendiri. Majapahit diangkat sebagi daerah bawahan dari Demak dan dibiarkan berkembang. Dari segi ekonomi, Demak mampu menjadi negara maritim. Lokasi kerajaan Demak yang strategis mengakibatkan Demak cepat berkembang dalam segi ekonomi. Letak Demak di tepi laut dan dibelakangnya terbentang tanah pertanian yang sangat subur dengan hutan jati yang sangat lebat.

Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Patah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis. Tapi adipati unus tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu sultan Mahmud, yaitu sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran sabrang lor atau Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan.

peta kerajaan demak
Gambar : Peta Kerajaan Demak


Pada tahun 1521 Adipati Unus mangkat mendadak, hal ini membuat Demak tergoyahkan, siapakah yang menjadi pengganti dari Raden Patah jika Adipati Unus meninggal. Anak dari Raden Patah sendiri ada 4 orang menurut serat kanda. Adipati Unus dan Trenggana anak dari istri yang tertua berasal dari giri, kanduruhan lahir dari istri kedua, sedangkan istri ketiga melahirkan Kikin. Raden Kanduruhan mempunyai usia yang lebih tua dari Trenggana. Hal ini menjadi pemicu terjadinya perang saudara di Demak. Melihat keadaan ini, Girindrawardhana menyikapinya dengan baik. Hal ini menjadi kesempatan bagi Majapahit untuk menjadi penguasa. Tetapi sebelum itu, Majapahit yang terdengar sudah tidak enak lagi di telinga, maka Sultan Trenggana mengirimkan sunan gunung jati untuk menyerang Majapahit pada tahun 1527. Pada tahun itu juga Girindrawardhana tewas dan bupati Majapahit tidak lagi ada. Dan akhirnya Majapahit musnah.


A. PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.

Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.

Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.

Dinasti jin bun di Demak berakhir 1546, hanya bertahan selama 68 tahun sejak berdirinya. Pada tahun ini juga berdirilah kesultanan pajang, disebelah barat kota Surakarta sekarang. Perang saudara yang telah mengahiri kekuasaan kasultanan Demak di pulau Jawa. Dengan ini kasultanan dilanjutkan oleh Jaka Tingkir yang mampu menghandle semua kerusuhan yang terjadi di Demak dan memindahkan pusat kekuasaan di Pajang.
readmore...